Kembali

Stimulus dari Pemerintah untuk Sektor Properti di Masa Pandemi

12 August 2021

Pandemi Covid-19 memang telah membuat banyak sektor, termasuk sektor properti mengalami dampak sangat serius. Terdampaknya sektor properti di masa pandemi ini terlihat dari lesunya pembelian. Dari sini kemudian pemerintah bersama stakeholder menghadirkan beberapa stimulus yang bertujuan untuk kembali menggairahkan sektor properti. Lalu apa saja stimulus yang dihadirkan pemerintah untuk sektor properti di masa pandemi ini? Berikut ulasannya.

Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Stimulus pertama yang dihadirkan pemerintah untuk sektor properti di masa pandemi adalah insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun sampai harga Rp 5 miliar. Jadi dari sini maka untuk pembelian rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar, PPN-nya ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Sementara untuk pembelian rumah Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, maka pemerintah akan menanggung separuh biaya PPN pembelian.

Ketentuan Uang Muka (DP) Kredit/Pembiayaan Properti 0%.

Stimulus kedua yang dihadirkan bersama Bank Indonesia adalah pelonggaran ketentuan uang muka (DP) kredit/pembiayaan properti 0%. Kebijakan ini sendiri berlaku untuk pembelian properti secara kredit dan menurunkan suku bunga acuan. Aturan DP KPR 0% terbilang baru karena mulai berlaku pada 1 Maret 2021. Keputusan DP KPR 0% saat itu diumumkan langsung oleh Gubernur BI dengan memberikan stimulus berupa pelonggaran aturan rasio Loan to Value/Financing to Value (LtV/FtV) untuk kredit dan pembiayaan properti menjadi paling tinggi 100%. Kebijakan DP KPR 0% ini nantinya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit maupun sektor properti di tengah pandemi Covid-19.

Daftar Stimulus Pemerintah untuk Sektor Properti di Masa Pandemi

Selain dua stimulus tadi, setidaknya sudah ada 7 daftar kebijakan di sektor properti selama pandemi Covid-19. Berikut daftar stimulus lengkap untuk sektor properti dari pemerintah selama masa pandemi tersebut:

1.       Penyesuaian batasan tidak kena PPN (Pajak Pertambahan Nilai) rumah sederhana sesuai daerahnya.

2.       Pembebasan PPN atas rumah/bangunan korban bencana alam.

3.       Penurunan tarif PPh Pasal 22 atas hunian mewah dari 5% menjadi 1%

4.       Peningkatan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh (Pajak Penghasilan) dan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) dari Rp5-10 miliar menjadi Rp30 miliar.

5.       Simplifikasi prosedur validasi PPh penjualan tanah/bangunan dari 15 hari menjadi 3 hari kerja

6.       Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ditanggung pemerintah pusat.

7.       Insentif perumahan berupa Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM)

Untuk kembali menghidupkan sektor properti ini pemerintah memang sangat serius. Hal ini terlihat dari anggaran fantastis yang ditempatkan oleh pemerintah di sektor ini dengan mencapai angka Rp 413,8 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 281,1 triliun, maka anggaran infrastruktur dan properti ini naik 47,2 persen setelah mengalami penyesuaian terkait situasi pandemi.

Reaksi dan Respon Positif Pada Stimulus

Meskipun Indonesia masih berjibaku dengan pandemi Covid-19, namun di tahun 2021 sektor properti diyakini akan lebih bergairah dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari pernyataan beberapa pakar seperti Direktur Pasar Modal & Layanan Investasi Colliers Indonesia Steve Atherton. Menanggapi stimulus dari pemerintah ini Steve menyatakan bahwa perpajangan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga akhir Desember 2021 ini menjadi sinyal positif bagi sektor properti untuk bisa bertahan sampai penghujung tahun.

Sementara itu Presiden Direktur PT Triniti Dinamik Tbk. Samuel Stephanus Wang menyatakan bahwa bisnis properti di tahun 2021 diprediksi masih potensial, terutama karena adanya sejumlah stimulus dari pemerintah yang sangat membantu.

“Insentif PPN yang diperpanjang bisa menggairahkan konsumen untuk membeli properti. Belum lagi insentif loan to value dari Bank Indonesia yang memungkinkan uang muka semakin rendah,” kata Samuel.

 

(Asep Irwan)